MUNDUR BUKAN BERARTI KSATRIA



Dalam beberapa hari ini masyarakat mendapatkan kejutan, kejutan karena sepanjang kurun waktu kepemimpinan KPK baru kali ini KPK menjadikan seorang menteri aktif menjadi seorang tersangka. Andi Alfian Mallarangeng yang merupakan menteri MENPORA tersangka dalam kasus korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang, Jawa  Barat. Kejutan lainnya adalah menteri yang bersangkutan langsung mengambil keputusan untuk meletakkan jabatannya sebagai .menteri.
Sikap pengunduran diri Andi Mallarangeng sontak mendapat apresiasi publik, konon dianggap sebagai bentuk ksatria dari seorang Andi Mallarangeng oleh karena barangkali budaya mundur dari jabatan belum familiar di Indonesia. Yang sering terjadi malah sebaliknya, para pejabat publik berusaha sekuat tenaga bagaimana supaya tetap bisa mempertahankan jabatannya. Satu hal, keberanian mengundurkan diri dari jabatan publik memang tidak pernah terjadi sebelumnya di negeri ini. Sebahagian besar masyarakat mengapresiasi positif langkah Andi mengundurkan diri dari cabinet Indonesia Bersatu jilid II.
Mundurnya Andi Mallarangeng boleh dikatakan fenomenal karena diantara sekian banyak orang yang korupsi dan tidak terganggu selama belum jadi tersangka dan belum disuruh mundur alias dipecat dengan tidak hormat, banyak kejadian konyol dinegeri ini dimana budaya “tidak punya malu” yang menjangkiti para oknum pejabat kita dan seperti virus kronis yang menyebar kemana mana, yakni adanya zona nyaman kendati baru saja mengalami masa hukuman dalam kasus korupsi. Data Kementerian Dalam Negeri menunjukkan ada 153 PNS yang masuk penjara dalam kurun waktu lima tahun terakhir (dikutip dari:Harian Media Indonesia). Yang lucunya, sebagian dari PNS yang menjadi terpidana korupsi dan telah menjalani hukuman itu justru mendapat promosi dan menduduki jabatan eselon II ditingkat provinsi dan kabupaten.
Andi mundur mungkin patut diapresiasi, ditengah kuatnya keinginan sebagian besar masyarakat untuk mempertahankan kekuasaan, langkah Andi memang cukup membantu kerja proses para penyidik. Dalam hal ini Andi cukup kooperatif.
Namun kooperatif dan sikap ksatria tentu adalah dua hal yang berbeda. Mungkin sedikit rasa terimakasih dan simpatik bagi mantan menpora ini karena pengunduran dirinya tersebut akan sangat membantu para penegak hukum memproses kasus Hambalang secara adil, transparan.Ksatria?, nanti dulu, apa kita layak menyebut seorang Andi Mallarangeng ksatria dan memberikan “standing applaus” hanya karena beliau mengundurkan diri?, Ingat dia tidak mengundurkan diri karena merasa gagal mengemban tugas seperti yang biasa dilakukan pejabat pejabat publik dunia yang memang punya integritas tinggi dalam mengemban amanah yang sudah dititipkan oleh Negara. Secara etika publik, langkah Andi ini adalah sebuah momentum, namun tidak perlu terlalu dibesar besarkan karena ketika kita menelisik jauh kebelakang, “dosa” seorang Andi Mallarangeng cukup sulit untuk dimaafkan bahkan hanya sekedar lewat kata pengunduran diri.



Penting untuk ditegaskan bahwa memang semestinya mengundurkan diri adalah keharusan. Status Andi adalah tersangka. Status Andi penting untuk dibuktikan melalui proses pengadilan.

Di Negara lain budaya mundur sudah terinsitusional secara kultural, contohnya saja Jepang. Pesan moral dibalik pengunduran diri substansinya adalah menegaskan bahwa kekuasaan bukanlah segalanya.

Misalkan KPK tidak kerja keras dan tdk berfikir panjang dalam  menentukan seseorang jadi tersangka korupsi karena  berbagai pertimbangan atau tekanan, apakah masih yakin bahwa orang seperti Andi Alfian Mallarangeng akan sukarela melepas jabatannya sebagai Menpora akibat adanya tuduhan dari pelaku korupsi juga (Nazarudin) bhw doktor ilmu politik dari Ohio itu pun terlibat korupsi?, tentu saja tidak.
Jadi Andi mallarangeng meletakkan jabatannya tentu saja bukan karena dia bersikap kesatria, seperti yang dipujikan masyarakat akhir akhir ini. Andi Mallarangeng bahkan tidak meminta maaf pada rakyat Indonesia atas segala ulah perbuatannya yang sudah merugikan Negara sangat banyak, hanya mengatakan bahwa dia tidak ingin membebani presiden SBY dengan segala tindak tanduknya. Artinya segala keputusan yang diambilnya masih berdasarkan keputusan yang bersifat personal, bukan sebuah kebijakan yang memihak pada rakyat Indonesia. Jadi masih pantaskah kita menyebut beliau ini ksatria?.
Dari sebelumnya, sebelum Andi ditetapkan sebagai tersangka, Andi selalu mengelak dengan alasan “tidak terlibat” atau “tidak tahu”, KPK dengan segala kerja kerasnya pasti cukup punya bukti yang valid hingga seorang Andi Mallarangeng tidak berkutik lagi dan tidak sanggup berkata “tidak tahu”.
Ditetapkannya Andi sebagai tersangka sebagai babak baru mega skandal Hambalang tetap sebagai "Kerikil tajam bagi Demokrat". Rakyat tetap menilai sebagai partai yang gagal memegang amanah.Amanahnya apa dalam konsensus sebagai partai pemegang amanah Reformasi.Amanah Reformasi sebagai partai yg memiliki Visi pemberantasan KKN sebagai induknya korupsi.
Yang justru seharusnya patut diapresiasi adalah KPK yang untuk pertama kalinya berhasil membuktikan pada publik bahwa lembaga ini tidak sekedar “macan ompong” yang hanya bisa mengaum tapi tidak sanggup menggigit. Apabila KPK mampu dan benar benar serius menangani masalah Hambalang, bisa dipastikan kepercayaan publik terhadap lembaga yang dipimpin oleh Abraham Samad ini akan kembali dengan sendirinya.

Comments

Popular posts from this blog

DESA SIMARMATA TERCINTA

Namaku Meyrist

YOGYAKARTA