Klaim Malaysia, pertanyaan untuk identitas negeri kita


Kembali terdengar berita bahwa Malaysia mengklaim hasil budaya bangsa
sebagai penemuan pribadi mereka,  Gondang 9 dan Tor-tor Mandailing.
Namun beberapa waktu kemudian setelah membaca dari berbagai sumber
media kedutaan besar Malaysia meralat bahwa Malaysia sebenarnya
tidaklah bermaksud mengklaim, hanya membantu menjaga warisan
kebangsaan.Tapi lepas dari masalah klaim mengklaim produk Indonesia
yang di migrasi ke Malaysia, itu juga menjadi sebuah refleksi dari
sebuah pertanyaan "ada apa dengan negeri ini?"

Mengapa Malaysia sampai bisa mengklaim?


Malaysia itu belajar banyak dari tetangganya, Singapura. .Memanfaatkan
apapun yg bisa dimanfaatkan dari Indonesia. termasuk menggunakan
cara-cara yg tak etis, bahkan kriminal.  Karena mereka tahu, Indonesia
masih terus dikuasai pemerintah dan politisi yg tak jelas lagi sistem
pemerintahannya, tidak becus mengurusi rakyat, cenderung oportunis dan
membuat rakyat jalan sendiri-sendiri,bahkan tragisnya membiarkan
bangsa ini kehilangan jati dirinya.

Seruan kesatuan dan persatuan yg terucap dari mulut para elite, masih
hanya sebatas retorika. Hanya pelengkap pidato-pidato yg sudah basi
hingga tak mampu mengentalkan keindonesiaan pada semua elemen
masyarakat.
Lihat saja apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan anteknya
terhadap negara ini, membiarkan saja masyarakatnya seperti tidak punya
pemimpin
Rakyat Indonesia diketahui Malaysia dan Singapura pula ibarat
anak-anak ayam yg tak punya induk, yg berpencar mencari induk sendiri,
mencari makan sendiri. Ada yg berindukkan bebek, angsa, entok, elang,
rajawali, bangau, kalkun, bahkan burung pemakan bangkai. Tetapi dari
semua yg dirindukan itu tak satupun yg menyuruh agar kembali utk
mencari induk sejati. Sebab mereka bisa mengambil keuntungan, selain
menikmati apapun yg berharga milik anak-anak ayam itu namun tak
disadari. Masyarakat adalah anak anak ayam itu yang tak pernah
mendapatkan perlindungan yang sesungguhnya dari induknya.
Itu hanya contoh kecil dari banyak kasus KLAIM yang tidak pernah
dituntaskan dengan sungguh sungguh, pemerintah tak pernah benar benar
memperjuangkan apa yang menjadi warisan budaya milik bangsa-Nya.

Sangat wajar kelihatannya ketika mereka berkata bahwa itu bukan bagian
dari “kekayaan intelektual” mereka, tapi bagian dari warisan budaya,
karena apa?, seperti halnya orang batak yang telah ber-Imigrasi ke
Malaysia sejak ratusan tahun yang lalu, Malaysia sangat menerima
imigran batak dan Budayanya sebagai bagian dari etnis negara itu.
Hebatnya lagi, meskipun telah migran selama bertahun tahun, Orang
orang batak yang berada di Malaysia itu masih terus mempertahankan
budaya nenek moyang mereka, bahkan mereka berhasil memperjuangkan
menjadi bagian dari warisan budaya Malaysia, upaya dan kerja keras
mereka mirip dengan cara keturunan Tionghoa yang meperjuangkan etnis
mereka supaya bisa diterima menjadi bagian dari Etnis dan Budaya
Indonesia, mungkin karena mereka jauh lebih dihargai disana.
 Sempat geram mengetahui bahwa kembali budaya bangsa kita diklaim oleh
Malaysia sebagai warisan kebangsaan mereka, namun setelah
diklarifikasi bahwa itu ternyata bukanlah diklaim hanya diakui sebagai
warisan kebangsaan Indonesia yang bisa dipelihara oleh Malaysia.
Terkadang media jugalah yang membuat sebuah pemberitaan menjadi rancu,
dan rasanya tidak semudah itu juga bagi Malaysia untuk mengklaim
tor-tor ataupun gondang 9 sebagai hak cipta dari negara mereka, karena
apa?, karena mereka gunakan untuk apa?, karena yang bisa dan tahu
menggunakan tot-tor dn gondang 9 itu sebagai tatanan adat yang
sesungguhnya hanya orang batak, atau suku mandailing khususnya
sebagaimana yang budayanya diklaim oleh Malaysia, Malaysia hanya mampu
mengakuinya sebagai kebudayaan mereka tapi tidak bisa menggunakannya

Namun ada satu hal juga yang menggelitik dari tulisan mengenai klaim
Malaysia dibeberapa media, dimana ada beberapa kata yang menggunakan
“paten”. Saya kira media juga perlu belajar untuk menggunakan bahasa
yang benar, supaya juga kita tidak ditertawakan oleh Malaysia yang
pintar “merampok” karya budaya negara kita, sebaiknya jangan pernah
menggunakan kata “hak paten” untuk mempermasalahkan ulah mereka yang
suka mengaku aku seni budaya negara kita seperti gondang, tortor,
lagu, tempe, batik, dan sebagainya. Bahasa yang benar adalah
didaftarkan atau diklaim sebagai bagian dari kekayaan intelektual
mereka

Paten, sebagai bagian dari HAKI (Hak Kekayaan Intelektual/Intellectual
Property Rights), adalah hak hukum utk memproteksi suatu karya
intelektual dng syarat pokok: ada penemuan (invent). Cakupan paten
atau yg bisa dipatenkan hanya (sekali lagi hanya) produk teknologi
(misal: mesin, alat), obat-obatan, atau hasil riset/ilmu pengetahuan
yang bernilai ekonomis, bukan termasuk warisan budaya atau semacamnya

Membicarakan apa saja yg bisa diminta/dimohon 'hak paten', kriteria,
dan cara mempatenkan, butuh pembahasan panjang. Yang jelas, lagu,
produk seni, karangan/tulisan, hasil kebudayaan, karya rekaman, film,
fotografi, tidak masuk ruang lingkup paten, namun masuk ke dalam
wilayah 'hak cipta.'

Selain paten dan hak cipta (copyrights), hukum mengenai HAKI/IPR yg
norma-normanya hampir berlaku universal, mengenal dan mengatur pula
beberapa bidang lain, seperti 'merk' (brand), 'disain industri'.

 Intinya, apapun yang dilakukan oleh pihak Malaysia atas klaim
terhadap produk warisan budaya bangsa kita, hendaknya kita juga
belajar untuk mengintrospeksi diri, mengapa mereka selalu berhasil
“merampok” apa yang sesungguhnya jadi hak kita?, benarkah karena
mereka memang terlalu lihai atau karena mereka juga mencintai budaya
bangsa ini hingga berniat untuk turut serta menjaganya?, ataukah
negara kita yang memang terlena dan lupa untuk menjaganya hingga satu
persatu disikat oleh bangsa lain?.

Apapun itu, marah marah ataupun teriak teriak setelah “kemalingan”
bukanlah jalan keluar yang bijaksana, yang barangkali ini adalah pesan
khusus buat negara kita agar lebih berhati hati menjaga “barang” agar
tidak kemalingan lagi, belajar untuk hati hati meletakkan budaya itu
pada tatanannya, jadi jangan terus menyalahkan Malaysia yang selalu
berhasil “mencuri”, jangan jangan karena kita memang yang tidak pernah
menjaganya, karena ada begitu banyak kebudayaan yang ada di Indonesia
ini yang tidak pernah terdaftar diperpustakaan dunia dan ditelantarkan
oleh pemerintah kita, kalau sudah begini kejadiannya, masih perlukah
kita menyalahkan Malaysia?

Comments

Popular posts from this blog

DESA SIMARMATA TERCINTA

Namaku Meyrist