MELIHAT DENGAN HATI

Hany menangis disamping kelas, Rara kaget melihat sahabatnya itu menangis.
"Kenapa, Han. ada apa?"
Hany memperlihatkan hasil gambarnya yang sudah lusuh, sketsa yang rencananya akan menjadi layout buat mading.
"Kok bisa, kenapa bisa lecek begini?"
"Ngga tau ulah siapa.." Hany masih menangis.
"Udah kamu jangan sedih, kita buat lagi.." Rara menghibur.
"Mana sempat, sudah mau masuk kelas..".Hany pasrah tapi dalam hati bathinnya tertekan, Hany anak terpintar dikelas, hampir tidak pernah dihukum.
"Ya sudah, nanti aku yang ngomong", Rara menenangkan.
Hany terdiam mengingat ingat, dia ada salah sama siapa...tapi rasanya nggak ada.
Pak Fandy masuk kelas, belum sempat dia berbicara. Rara tunjuk tangan.
"Iya, ada apa Rara?".
"Maaf pak,..", sambil menunjukkan hasil gambar Hany yang lecek.
Pak Fandy terdiam lama.
"Hmm..."
"Saya minta maaf pak, ini kesalahan saya, tidak hati hati..".
"Ya sudah tidak apa apa, bapak kasih waktu kamu dua hari untuk mengganti tulisan dan gambarnya..".Pak Fandy dengan nada bijak.
Hany menghela nafas lega. "Terimakasih pak..".
Sepulang sekolah, Hany mencoba mengulang kembali inspirasinya, tapi gagal total. mood nya susah diajak kompromi.
Rasanya otaknya susah diajak kompromi, dua hari penuh sepulang sekolah Hany selalu mengurung diri dikamar.
Hany membuka jendela kamarnya, jendela kamarnya persis mengarah ke persimpangan jalan. ada anak sedang menyanyi di pinggir jalan. pakaiannya lusuh. "Apa dia tidak sekolah?", pikir Hany.
Rasa penasaran menuntunnya mendekati anak laki laki itu, kumal, kurus tapi suaranya bagus, cuma ada yang aneh, baju bajunya bermerek mahal, ada jam tangannya juga. Hany memandang anak itu curiga "Jangan jangan pemain sinetron yang sedang menyamar..". pikirnya.
anak itu menyadari dia sedang diperhatikan.
dia tahu Hany curiga dengan barang yang dikenakannya. "Saya benar benar orang miskin kak, dulu saya kaya tapi ayah saya bangkrut dan sudah meninggal, jadi sekarang saya membantu mama mencari uang sepulang sekolah..".
"Oooo..", Hany mengucapkan ooh panjang. tiba tiba dia punya ide untuk menuliskan pengalaman anak kecil itu buat bahan mading, Hany kembali kerumah dan mengambil kamera "Sebentar ya, saya photo kamu..".
Pak Fandy membaca tulisan Hany dengan kagum dan memuji "Saya salut dengan Hany yang menulis tentang rasa peduli terhadap sesama, Hany kamu harus pertahankan itu dan anak anak lain ayo contoh Hany".
Hany tersenyum bahagia dan dalam hati bersyukur mendapat pelajaran berharga dari anak kecil itu.


Comments

Popular posts from this blog

DESA SIMARMATA TERCINTA

Namaku Meyrist

YOGYAKARTA