SAKTI : KAUM MUDA DAN DEMOKRASI ELEKTORAL

Diskusi publik yang mengambil thema Kaum muda dan demokrasi elektoral ini, diselenggarakan oleh SAKTI (Serikat Kerakyatan Indonesia), di Gallery CafĂ©, Taman Ismail Marzuki, 02 Maret 2013, yang digawangi oleh Aktivis 98, Adian Napitupulu. Acara ini dihadiri oleh Bapak Mulyana W Kusumah, dengan bapak Erik Statiawardhana yang merupakan aktivis 98 sekaligus juga wakil ketua DPR Komisi VI dari partai Hanura, ada Adian Napitupulu yang juga aktivis 98 dan hingga saat ini masih tetap aktif bergerak dijalan, serta mas Ananta salah seorang kader dari PDI Perjuangan, yang dimoderatori oleh Ari Purwanto. Acara yang sedianya dihadiri oleh Hary Tanoesudibjo ini berlangsung menarik dan kritis, yang dimulai oleh Erik Statiawardana yang mempertanyakan tingkat kepercayaan kita terhadap demokrasi electoral disbanding substansial demokrasi yang merupakan motor tegaknya kesejahteraan rakyat. Menurut Erik Statiawardhana, ada tiga jenis orang muda dalam arena perpolitikan yakni anak muda yang berkualitas, anak muda yang kaya, serta anak muda yang kaya dan berkualitas. Manakah diantara ketiga jenis pemuda ini yang paling potensial untuk digarap?. Hary Tanu pernah menjanjikan akan memback up anak anak muda yang potensial, menurut penuturan Erik Statiawardhana, tetapi apakah itu cukup potensial?. Erik membuka sedikit rahasianya perihal mengikuti pemilihan anggota DPR, menurut beliau untuk didaerah kecil Cianjur dan Bogor saja, menghabiskan sekitar 750 juta. Investasi tetap merupakan kontribusi yang cukup tinggi, sementara menurut penuturan Ananta yang merupakan kader PDI Perjuangan Banten, orang yang menolak demokrasi cenderung dianggap gila. Menurut beliau, tidak ada ukuran umur, muda maupun tua dalam dunia politik, karena yang paling penting adalah berapa besarnya tingkat logistik yang kita miliki. Secara mayoritas, logistik sangat mempengaruhi. APBD itu merupakan kongkalikong antara eksekutif dan legislative, anggaran 5% dari APBD biasanya “bancakan” buat pemimpin. Lain lagi menurut Adian Napitupulu, yang hingga saat ini masih setia menjadi aktivis dan terus teriak di jalan. Menurut Adian, sebaiknya pemilu ditunda dulu hingga dilakukannya pembersihan rezim terutama oleh Demokrat. Pemilu 99 menjadi ruang kompromi antara pemimpin baru dan pemimpin yang lama, jelas Adian lagi. Yang muda tidak lantas identik dengan moral yang benar, contohnya Anas Urbaningrum dan Nazaruddin, Andi Mallarangeng, Angelina Sondakh dan masih banyak lagi. Hilangnya hak politik konstitusional acapkali bukan karena adanya pelanggaran ataupun kejahatan, namun karena tidak mampu secara financial. Makanya Adian memohon, agar sebaiknya PEMILU jangan diadakan dulu sebelum meminta pertanggungjawaban Demokrat dan rezimnya.

Comments

Popular posts from this blog

DESA SIMARMATA TERCINTA

Namaku Meyrist

YOGYAKARTA